Selamat Datang di Laman Resmi Kalurahan Giripeni

Artikel

Jemparingan, Seni Panahan Asli Yogyakarta Yang Sarat Arti

26 Oktober 2019 20:02:01  Administrator  1.454 Kali Dibaca 

Anda pasti mengenal cabang olahraga panahan. Tetapi belum tentu Anda mengenal jemparingan. Kedengarannya memang masih asing di telinga kita. Ingin tahu?

Jemparingan adalah olahraga panahan khas Kerajaan Mataram. Berasal dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, atau dikenal juga dengan jemparingan gaya Mataram Ngayogyakarta. Keberadaan jemparingan dapat ditelusuri sejak awal keberadaan Kesultanan Yogyakarta.

Adalah Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), raja pertama Yogyakarta, yang mendorong pengikutnya untuk belajar memanah sebagai sarana membentuk watak ksatria. Watak ksatria yang dimaksud adalah empat nilai yang diperintahkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I untuk dijadikan pegangan oleh rakyat Yogyakarta, yaitu sawiji, greget, sengguh, dan ora mingkuh.

Sawiji artinya konsentrasi, greget artinya semangat, sengguh berarti rasa percaya diri, dan ora mingkuh berarti memiliki rasa tanggung jawab.

Pada awalnya, permainan ini hanya dilakukan di kalangan keluarga Kerajaan Mataram, dan dijadikan perlombaan di kalangan prajurit  kerajaan. Namun seiring waktu, seni memanah ini kini semakin diminati dan dimainkan oleh banyak orang dari kalangan rakyat biasa.

Filosofi jemparingan

Bertujuan untuk pembentukan watak, salah satunya sawiji, maka jemparingan berbeda dengan panahan lain yang berfokus pada kemampuan pemanah membidik target dengan tepat. Selain itu, bila olahraga panahan biasanya dilakukan sambil berdiri, jemparingan dilakukan dalam posisi duduk bersila.

Pemanah jemparingan juga tidak membidik dengan mata, akan tetapi memposisikan busur di hadapan perut sehingga bidikan didasarkan pada perasaan pemanah. Gaya memanah ini sejalan dengan filosofi jemparingan gaya Mataram itu sendiri, pamenthanging gandewa pamanthening cipta, yang berarti membentangnya busur seiring dengan konsentrasi yang ditujukan pada sasaran yang dibidik. Dalam kehidupan sehari-hari, pamenthanging gandewa pamanthening cipta memiliki makna manusia yang memiliki cita-cita hendaknya berkonsentrasi penuh pada cita-citanya agar dapat tercapai.

Berasal dari kata jemparing yang berarti anak panah, permainan jemparingan ini memiliki nama sendiri untuk perlengkapan yang menyertainya. Jemparing atau anak panah terdiri atas deder atau batang anak panah, bedor atau mata panah, wulu atau bulu pada pangkal panah, dan nyenyep atau bagian pangkal dari jemparing yang diletakkan pada tali busur saat memanah.

Untuk busur dinamakan gandewa yang terdiri dari cengkolak atau pegangan busur, lar atau bilah yang terdapat pada kiri dan kanan cengkolak, dan kendheng atau tali busur yang masing-masing ujungnya dikaitkan ke ujung-ujung lar.

Sementara itu, sasarannya disebut  wong-wongan atau bandulan yang berbentuk silinder tegak dengan panjang 30 cm dan diameter 3 cm. Sekitar 5 cm bagian atas silinder diberi warna merah, dinamakan molo atau sirah (kepala). Bagian bawah diberi warnah putih, dinamakan awak (badan). Lalu pertemuan antara molo dan awak diberi warna kuning setebal 1 cm dinamakan jangga (leher). 

Di bawah bandulan digantung sebuah bola kecil, dimana pemanah akan mendapat pengurangan nilai bila mengenai bola ini. Sementara di bagian atasnya digantung lonceng kecil yang akan berdenting setiap kali jemparing mengenai bandulan.

Gandewa dan jemparing dibuat khusus oleh pengrajin yang disesuaikan dengan postur tubuh pemanah, salah satunya adalah rentang tangan pemanah. Penyesuaian ini sangat diperlukan agar pemanah merasa nyaman dan dapat memanah dengan optimal. Oleh karenanya perlengkapan jemparingan bersifat pribadi dan sulit untuk dipinjamkan.

Seperti disebut di atas, jemparingan dilakukan dalam posisi duduk bersila. Seseorang yang memegang busur dan anak panah akan duduk menyamping dengan busur ditarik ke arah kepala sebelum ditembakkan ke arah wong-wongan. Pemanah harus berusaha mengenai  sasaran dengan tepat. Semakin banyak banyak anak panah yang mengenai bandulan, semakin banyak nilai yang didapatkan. Terlebih bila mengenai molo yang berwarna merah. Tapi ingat, jangan sampai mengenai bola kecil di bawah bandulan, bila tidak ingin mendapatkan pengurangan nilai.

Seiring perkembangan zaman, jemparingan pun mulai mengalami beberapa perubahan. Kini terdapat berbagai cara memanah  serta bentuk sasaran yang dibidik. Akan tetapi, semua tetap berpijak pada filosofi jemparingan sebagai sarana untuk melatih konsentrasi. Beberapa orang juga tidak lagi membidik dengan posisi gandewa di depan perut, tetapi dalam posisi sedikit miring sehingga pemanah dapat membidik dengan mata.

Setelah sempat terancam hampir punah karena peminatnya semakin sedikit, terutama setelah meninggalnya Paku Alam VIII, salah satu pendukung  jemparingan, dewasa ini seni memanah tradisional ini justru digandrungi oleh generasi muda, terutama di lingkungan Yogyakarta.

Di lingkungan Keraton Yogyakarta, permainan jemparingan rutin dilaksanakan setiap minggu. Para pemanah, dalam busana khas Jawa, kebaya dan batik untuk wanita, sementara kaum pria mengenakan surjan, kain batik dan blangkon, merentang busur untuk menempa hati. Memusatkan pikiran dan konsentrasi untuk sebuah tujuan yang ingin dicapai. (K-SB)

Sumber : https://www.indonesia.go.id/ragam/seni/seni/jemparingan-seni-panahan-asli-yogyakarta-yang-sarat-arti

Kirim Komentar


Nama
No. Hp
E-mail
Isi Pesan
  CAPTCHA Image [ Ganti gambar ]
  Isikan kode di gambar
 


Wilayah Kalurahan

Aparatur Kalurahan

Sinergi Program

Agenda

Belum ada agenda

Info Media Sosial

Lokasi Kantor Kalurahan


Alamat : JL. PAHLAWAN NO.59. WATES KULON PROGO
Kalurahan : GIRIPENI
Kapanewon : WATES
Kabupaten : KULON PROGO
Kodepos : 55612
Telepon : 0274773230
Email : balaidesagiripeni@gmail.com

Statistik Pengunjung

  • Hari ini:156
    Kemarin:314
    Total Pengunjung:322.032
    Sistem Operasi:Unknown Platform
    IP Address:18.97.14.85
    Browser:Tidak ditemukan

Arsip Artikel

06 Maret 2019 | 50.281 Kali
Profil Wilayah Kalurahan
06 Maret 2019 | 50.048 Kali
Pemerintah Kalurahan
06 Maret 2019 | 49.993 Kali
Sejarah Desa
06 Maret 2019 | 49.900 Kali
Data Desa
11 Oktober 2019 | 49.785 Kali
Rangkaian Kegiatan Peringatan Hari Jadi Kabupaten Kulon Progo ke-68
05 Juli 2019 | 49.684 Kali
Dasar Hukum
05 Juli 2019 | 49.676 Kali
Maklumat PPID