Sebelum berdirinya Mawar Putih, Pak Sastro Utomo sering memeriahkan jathilan di Gadingan. Beliau adalah seorang pelaku seni tradisional yang aktif dalam kesenian jathilan. Seiring bertambahnya usia, Pak Sastro berharap sang anak, Pak Siyono, dapat meneruskan kecintaannya terhadap seni jathilan. Namun, pada awalnya, niat itu ditolak secara halus oleh Pak Siyono, karena tanggung jawab lain atau juga karena belum siap. Waktu terus berjalan dan cinta pada budaya itu ternyata tumbuh di hati Pak Siyono. Beliau pun tergerak untuk turut melestarikan seni jathilan, khususnya di wilayah Gunung Gempal. Dengan semangat yang tinggi dan keinginan untuk menghadirkan sesuatu yang unik dan bermakna, maka dipilihlah nama yang indah dan sarat makna: “Mawar Putih.” Simbol dari kesucian, ketulusan, dan semangat yang abadi.
Pada kesempatan kali ini, kelompok jathilan Mawar Putih tampil di Pentas Seni Tradisi yang diselenggarakan oleh Kundha Kabudayan Kabupaten Kulon Progo, Rabu, (30/04). Dalam acara terebut, Mawar Putih tampil dengan semangat jiwa seni yang tinggi diiringi suara gamelan yang khas. Penampilan Mawar Putih tidak hanya menghibur masyarakat yang hadir di Taman Budaya Kulon Progo, tetapi sebagai wujud pelestarian budaya yang harus terus dijaga. Melalui penampilan yang atraktif, mawar putih membuktikan bahwa kesedian tradisi tetap hidup dan relevan di tengah perkembangan zaman.
Hingga kini, Mawar Putih tetap berdiri, tetap menari, tetap bernyanyi, menjaga warisan budaya leluhur agar tak lekang oleh zaman.
(Valencya P.A x WRN)